Semakin Diminati Milenial & Gen Z, Apa itu Green Investment?

Belakangan ini, istilah green investment atau investasi hijau telah menjadi familiar di kalangan masyarakat, terutama generasi milenial sejak tahun 2021. Urgensi dari green investment ini juga ditekankan pada saat Pra-KTT Ketiga Y20 yang membahas peran vital pemuda dalam menciptakan planet yang berkelanjutan dan nyaman untuk dihuni. Investasi ini dianggap sebagai salah satu cara untuk mendukung keberlanjutan lingkungan.
Di Indonesia, landasan hukum untuk implementasi green investment telah termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 3 Ayat (1). UU ini menjelaskan bahwa penanaman modal harus dilaksanakan dengan memperhatikan asas berwawasan lingkungan, yang mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Mengenal Apa itu Green Investment
Istilah green investment merujuk pada investasi yang berfokus pada proyek atau perusahaan yang berkomitmen untuk melestarikan sumber daya alam. Upaya yang dilakukan dapat berupa penggunaan energi alternatif, pelaksanaan proyek terkait udara dan air bersih, ataupun kegiatan positif lainnya. pengurangan polusi, atau praktik bisnis yang peduli lingkungan. Contohnya, perusahaan yang bergerak dalam produksi energi alternatif, produk daur ulang, panel surya, atau produk rendah emisi.
Investasi hijau merupakan bentuk investasi yang memiliki tanggung jawab sosial di mana sumber dana untuk investasi ini dapat berasal dari perusahaan, ekuitas swasta, atau individu. Dana tersebut umumnya dikumpulkan dalam bentuk sekuritas, reksadana (MFs), electronic traded funds (ETF), dan obligasi.
Jenis-jenis Green Investment
Dalam penerapannya, green investment dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:
1. Green Equities
Green equities atau ekuitas hijau merujuk pada saham sebagai produk investasi. Dengan kata lain, investasi hijau bisa dilakukan melalui kepemilikan saham di berbagai perusahaan yang berkomitmen pada praktik bisnis yang ramah lingkungan.
Saat ini, sudah banyak perusahaan atau startup yang menitikberatkan bisnis mereka pada aspek lingkungan. Sebagai contoh, Tesla yang dimiliki oleh Elon Musk adalah perusahaan yang secara khusus berfokus pada produksi kendaraan listrik tanpa emisi, sebagai bagian dari upaya menjaga lingkungan.
2. Green Bonds
Obligasi hijau, yang juga dikenal sebagai green bonds, memiliki kesamaan dengan definisi umum obligasi, perbedaannya terletak pada perusahaan yang menerbitkannya. Dalam konteks investasi hijau, obligasi hijau mengacu pada sekuritas pendapatan tetap yang merupakan bentuk pinjaman yang diberikan untuk mendukung proyek-proyek yang memberikan dampak positif terhadap lingkungan, baik itu kepada bank, perusahaan, maupun badan pemerintah.
3. Green Funds
Green funds atau reksadana hijau memberikan kesempatan kepada investor untuk mendapatkan eksposur yang lebih luas. Reksadana hijau memungkinkan para investor untuk berpartisipasi dalam pembiayaan berbagai proyek dan perusahaan yang memiliki fokus pada praktik bisnis yang ramah lingkungan yang terdiri dari sejumlah saham atau obligasi.
Meskipun konsepnya mirip dengan reksadana konvensional, perbedaan utamanya terletak pada orientasi pembiayaan, di mana hanya perusahaan atau proyek yang berkomitmen pada keberlanjutan lingkungan yang menjadi bagian dari portofolio reksadana hijau.
Penerapan Green Investment di Indonesia
Green investment telah menjadi fokus utama di banyak negara, termasuk Indonesia. Apalagi, negara ini memiliki kekayaan sumber daya alam, terutama dalam bidang energi, seperti cadangan nikel terbesar di dunia, kobalt, lithium, dan mangan.
Penerapan green investment tercermin dalam pembangunan dan operasionalisasi industri hijau, seperti yang diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo. Indonesia berencana untuk mendirikan kawasan industri hijau di Kalimantan Utara, diharapkan menjadi yang terbesar di dunia, dengan fokus menggunakan energi hijau untuk mendukung keberlanjutan industri.
Program-program terkait green investment di Indonesia sedang berjalan dan akan terus dilakukan secara spesifik pada lembaga, instansi, atau pihak terkait yang menjalankannya. Sebagai contoh, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Indonesia telah menetapkan empat program utama terkait investasi hijau, melibatkan energi, lanskap berkelanjutan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan persiapan untuk Green Climate Fund (GCF).
Energi
Program ini bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendukung sektor energi, khususnya dalam subsektor energi terbarukan dan efisiensi energi. Indonesia memiliki target untuk meningkatkan porsi energi terbarukan (EBT) mencapai 23% pada tahun 2025.
Terdapat tiga fokus utama dalam program ini yang mencakup pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai sumber energi, penggunaan sistem energi surya fotovoltaik dan berbagai solusi bioenergi lainnya. Meskipun demikian, ketiga fokus tersebut dapat diperluas sesuai dengan permintaan dan minat pasar.
Selain itu, program energi ini juga mencakup potensi investasi dalam konservasi energi dan efisiensi energi, dengan melibatkan audit energi di sektor industri. Program ini bertujuan untuk memberikan kontribusi nyata dalam mendukung peralihan menuju energi yang lebih berkelanjutan dan efisien di Indonesia.
Lanskap Berkelanjutan
Sesuai dengan namanya, program ini memiliki landasan pada konsep lanskap, di mana merujuk pada ekosistem hutan, gambut dan lahan lainnya yang memiliki peran krusial dalam menyediakan berbagai manfaat bagi masyarakat.
Program ini bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) agar dapat mengintegrasikan prinsip dan instrumen pertumbuhan ekonomi berkelanjutan ke dalam perencanaan pembangunan dan ekonomi di suatu yurisdiksi.
Beberapa kegiatan yang dilibatkan dalam kerangka lanskap berkelanjutan, yaitu:
1. Mendorong investasi dalam model bisnis baru untuk pengelolaan hutan dan lahan gambut.
2. Membangun rantai pasokan yang berkelanjutan.
3. Menciptakan pasar-pasar baru terkait dengan modal alam dan layanan ekosistem.
4. Memperkuat keterkaitan antara pengelola hutan, hutan yang dikelola dan masyarakat yang bergantung pada hutan.
5. Memulihkan ekosistem dalam skala lanskap.
6. Menggalang pendanaan untuk inisiatif penyerapan karbon dari hutan.
Dengan demikian, program ini bertujuan untuk menciptakan kerangka kerja yang holistik untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, perlindungan ekosistem, dan pemberdayaan masyarakat yang bergantung pada lanskap tersebut.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Rencana pembangunan nasional juga melibatkan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Program ini bekerja sama dengan Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (DN KEK) yang berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Kerjasama ini bertujuan untuk mengembangkan kerangka terpadu terkait pedoman dan instrumen kebijakan yang menghubungkan kebijakan fiskal dan investasi makro di KEK. Tujuan akhirnya adalah mendorong rencana investasi berkelanjutan dan proyek-proyek yang memiliki potensi pendanaan (bankable) di dalam Kawasan Ekonomi Khusus.
Persiapan Green Climate Fund (GFC)
Green Climate Fund (GCF) adalah mekanisme keuangan yang diinisiasi oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan didesain khusus untuk mendukung negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Sejak Januari 2018, GCF telah berhasil mengumpulkan dana sebesar USD10,3 miliar dan memiliki rencana untuk menggalang dana sebesar USD 100 miliar setiap tahunnya. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) telah menunjuk Global Green Growth Institute (GGGI) sebagai Delivery Partner untuk melaksanakan program Persiapan dan Penguatan di Indonesia yang dibiayai oleh GCF.
Program ini memiliki lima hasil yang diinginkan:
1. Meningkatkan kapasitas Indonesia.
2. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
3. Mewujudkan realisasi Entitas Akses Langsung.
4. Meningkatkan akses ke pembiayaan dari GCF.
5. Menggandeng sektor swasta dalam pelaksanaannya.
Penutup
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa green investment atau investasi hijau memiliki peran krusial, dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dan mempromosikan ekonomi yang ramah lingkungan yang seimbang.
Mari pelajari lebih mendalam mengenai topik ini bersama program kekhususan eksekutif kolaborasi antara Unika Atma Jaya, universitas yang mengusung kajian sustainability komprehensif di Indonesia, dengan MarkPlus Institute, konsultan pemasaran pertama dan ternama di Indonesia, yaitu Program Master in Management Sustainability Marketing.
Program ini bertujuan untuk membentuk talenta organisasi yang mampu membangun strategi bisnis, memahami manajemen bisnis berkelanjutan dan menguasai strategi marketing yang aplikatif dan bisa membangun market competitiveness. Tunggu apalagi? Jadilah bagian dari Sustainability Marketing sekarang juga!
Untuk informasi lebih lanjut, klik tautan berikut ini Sustainability Marketing