Strategi Marketing dalam Persaingan Mie Instan

Jika diibaratkan, pasar dapat kita lihat sebagai “simulasi perang†antar para pemain yang saling bersaing untuk menjadi sang pemimpin pasar dengan merebut market share. Seperti yang telah dibahas di artikel “Taktik Pemasaran: The Battle Planâ€, terdapat empat seni berperang atau strategi marketing yang dapat digunakan. Ternyata, para pemain di industri mie instan juga menerapkan strategi-strategi tersebut. Untuk memahaminya, yuk belajar dari beberapa studi kasus berikut!
STRATEGI MARKETING: Offensive
Sudah menjadi rahasia umum bahwa top of mind mie instan bagi kebanyakan orang Indonesia adalah Indomie dan Mie Sedaap. Maka dari itu, dua brand besar ini terus bersaing untuk mencapai puncak dan menjadi pemimpin pasar. Hal ini terbukti dari angka Top Brand Index (TBI) yang dilansir dari Top Brand Award, bahwa pada tahun 2023 Indomie menduduki posisi pertama dengan angka 72,5 dan diikuti oleh Mie Sedaap di angka 16,2.
Mie Sedaap sebagai pemain yang bertengger di posisi kedua meluncurkan serangan dengan strategi ofensif. Mereka mencari titik kelemahan si market leader, Indomie, kemudian menyerangnya. Serangan yang diluncurkan Mie Sedaap berfokus pada kelemahan Indomie dari segi harga. Kemudian ditambahkan dengan tagline “jelas terasa sedapnya†untuk memberikan persepsi mutu lebih baik. Dengan itu, lahirlah mi goreng instan yang lebih terjangkau dengan bawang goreng asli kriuk-kriuk.
STRATEGI MARKETING: Flanking
Flanking strategy digunakan untuk mengeksplorasi kelemahan lawan dengan beroperasi di area yang tidak begitu penting bagi pesaing. Hal ini dilakukan oleh beberapa brand terkemuka seperti Nissin, Bakmi Mewah, Mi Instan Richeese, dan Mi Bon Cabe untuk menyerang Indomie. Apa yang dilakukan brand-brand tersebut?
Brand Nissin meluncurkan produk mie instan dengan tawaran spesialisasi varian rasa otentik Asia, dengan berbagai rasa ramen rebus maupun goreng. Sementara itu, Bakmi Mewah dikenal sebagai mie instan premium dengan tambahan topping daging asli. Tawaran ini memberikan variasi agar penikmat mie instan dapat mengkonsumsi mie seperti bak di restoran (dengan topping premium) yang dikemas pada sajian mie instan. Lalu, Richeese dan Bon Cabe mengeluarkan inovasi dengan variasi rasa extra pedas yang diberi level. Masyarakat Indonesia sangat menggemari makanan pedas dan tantangan. Terlebih lagi, mie instan pedas bukanlah pokok utama produk Indomie.
STRATEGI MARKETING: Guerilla
Terkadang sedikit sulit untuk membedakan guerilla strategy dengan flanking strategy. Namun, guerilla atau strategi gerilya ini digunakan oleh pemain kecil yang mengandalkan aspek yang luput diperhatikan si market leader. Sehingga, target pasarnya kecil (niche). Salah satu brand mie instan yang menggunakan strategi ini adalah Lemonilo.
Lemonilo memanfaatkan segmen pasar yang kecil namun dapat dijaga dengan menawarkan produk-produk sehat dan alami. Target konsumennya adalah mereka yang peduli dengan kesehatan. Lemonilo yang merupakan pesaing baru melihat celah dari Indomie dengan meluncurkan mie instan alami yang dibuat dengan bahan dan nutrisi alami, tanpa pewarna, tanpa pengawet, dan tanpa MSG tambahan. Tidak hanya itu, mereka juga melebarkan sayapnya dengan menjual produk-produknya di platform online. Sebagai pemain baru, Lemonilo menantang pasar dengan terobosan yang kreatif dan inovatif. Salah satunya adalah melakukan kolaborasi dengan berbagai public figure ternama seperti Raffi Ahmad hingga NCT Dream.
STRATEGI MARKETING: Defensive
Lalu, apa yang dilakukan oleh Indomie untuk bertahan dari segala serangan diatas? Indomie sebagai market leader mie instan di Indonesia gencar melakukan serangan balik atau defensive untuk mempertahankan posisinya.
Indomie berupaya memblokir serangan Mie Sedaap dengan meluncurkan produk baru melalui sister brand nya, SuperMi. SuperMi memberikan tawaran harga dan promosi yang lebih menarik yakni “beli lima, gratis satuâ€. Tak lupa mereka juga memberikan persepsi rasa lebih baik melalui copy “Sedaaap†dengan huruf a lebih banyak untuk memberikan penekanan rasa yang lebih sedap. Pada bungkusnya, Anda juga dapat melihat mereka menawarkan mi goreng dengan ekstra bawang goreng renyah! Strategi yang sangat bold bukan?
Tak hanya mampu menghalau serangan ofensif dari Mi Sedaap, Indomie juga mengeluarkan strategi-strategi brilian untuk memerangi serangan-serangan flanking. Untuk melawan strategi Nissin, Indomie meluncurkan varian Indomie “Taste of Asia†dengan tiga pilihan rasa oriental yakni bulgogi, laksa, dan tom yum. Indomie juga melakukan counter attack dengan penawaran varian rasa pedas seperti mie goreng pedas, mie foreng sambal matah, dan mie goreng ayam geprek untuk mengalahkan produk-produk pedas level dari Richeese dan Bon Cabe. Terakhir, Indomie merilis varian Indomie Real Meat yang mengusung kesan mie instan premium dengan menyertakan daging sapi asli sebagai topping tambahannya untuk menyaingi Bakmi Mewah.
Ternyata, persaingan pada industri mie instan cukup panas ya! Temukan insights menarik lainnya hanya di blog MarkPlus Institute.