Review Buku 80/20: Achieve More with Less
Jumat (1/9) kemarin, MarkPlus Insititute berkolaborasi dengan toko buku Periplus baru saja menyelenggarakan M-Periplus Book Club Event episode yang ke-6, dengan membahas buku The 80/20 Principle: Memaksimalkan Hasil dengan Usaha Minimal. Acara bincang buku kali ini dipandu oleh Nicander Wijaya (Senior Business Analyst MarkPlus, Inc) dan mengundang Dwi Annisa Ramadhanty atau biasa dipanggil Sasa, selaku Puteri Indonesia Aceh 2023 dan None Jakarta Timur 2019, dan Viona Christina, seorang bookstagram.
Buku yang dibahas dalam kesempatan ini adalah sebuah buku best seller global yang ditulis oleh penulis ternama dari Britania Raya, Richard Koch, dengan judul 80/20: Achieve More with Less. Adapun topik utama dari buku ini adalah mengenai Pareto Principle, prinsip yang diperkenalkan Vilfredo Pareto mengenai distribusi output dari input yang ada.
Pareto mengamati bahwa 80% dari hasil paling baik kacang polong didapat hanya dari 20% total tanaman. Ia mengamati rasio tersebut juga ada dalam distribusi kepemilikan tanah di Italia, dan kemudian model ini dikembangkaan oleh banyak orang untuk menjelaskan berbagai fenomena di dunia. Seringkali 80% dari hasil yang kita terima berasal dari 20% dari seluruh usaha kita. Koch dalam buku ini membahas bagaimana cara untuk berfokus pada usaha 20% itu untuk memaksimalkan 80% hasil yang kita dapatkan.
Walaupun buku ini ditulis dengan target utama pegiat bisnis, baik Sasa maupun Vio memberikan rating yang baik bagi buku ini. Keduanya merasa banyak contoh dan pemikiran yang ada di dalamnya bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk mencapai impian dan goals, membuat buku ini cocok dibaca oleh siapa saja.
Menariknya, sesuai dengan prinsip pareto, baik Sasa maupun Vio pun hanya membaca sebagian dari buku ini saja. Keduanya hanya memilih beberapa bab yang membahas topik-topik yang lebih relatable dan dekat dengan mereka, yaitu penerapan prinsip pareto dalam pertemanan dan hubungan keluarga. Walaupun sebelumnya tidak mengetahui prinsip pareto, keduanya bisa dengan mudah memahaminya serta merefleksikan hubungan mereka selama ini menggunakan prinsip pareto. Hal ini menunjukkan keefektifan prinsip pareto serta kemahiran kemampuan kepenulisan Koch yang dituangkan dalam bukunya.
Langsung setelah membaca buku ini, Sasa mencoba menerapkan prinsip pareto dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kerja, dengan menggunakannya sebagai alat manajemen stres. Dalam pekerjaannya sebagai karyawan PT KAI dan Puteri Indonesia Aceh 2023, Sasa cukup banyak menerima komentar tidak mengenakkan. Strategi baru yang Sasa terapkan adalah menyortir komentar yang ia terima dan hanya memikirkan komentar yang berdasar dan konstruktif. Karena menurut Sasa, hidup ini singkat dan lebih baik memfokuskan untuk hal-hal yang bisa membuat bahagia.
Sedangkan Vio merasa secara tidak sadar sudah menerapkan prinsip pareto dalam kehidupannya, dengan memilih menekuni hobinya di bidang literatur di antara banyak hobi lain yang Vio punya, yang sekarang mendatangkan banyak kesempatan baru dalam hidupnya sebagai bookstagram seperti diundang menjadi pembicara, dan MC di beberapa acara.
Sasa dan Vio juga memiliki beberapa masukan bagi kalian yang ingin mulai menerapkan prinsip pareto dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, Sasa melihat pentingnya membuat skala prioritas dari berbagai hal yang harus dilakukan dengan menimbang impact dan hasil dari suatu pekerjaan, effort yang dibutuhkan, serta kemampuan dan passion kita.
Lalu, Vio menunjukkan pentingnya refleksi dari berbagai hal yang sudah kita lakukan, dan pilih yang paling menyenangkan dan membawa kebahagiaan. Namun, penting untuk konsisten dengan skala prioritas yang sudah kita buat dan dalam pemilihan juga perlu mempertimbangkan bahwa kebahagiaan tidak hanya bersifat jangka pendek, melainkan juga jangka panjang. Vio menekankan pentingnya terus mawas diri untuk bisa membedakan dua kebahagiaan ini, dan menentukan mana yang paling baik.
Memang, seringkali sulit untuk memulai kebiasaan baru dalam hidup kita, walaupun kita tahu kebiasaan tersebut baik. Begitu juga yang dialami oleh Sasa dan Vio ketika mulai menerapkan prinsip pareto dalam kehidupan mereka. Ada perasaan takut untuk untuk menentukan mana 80% yang harus dieliminasi, dan mana 20% yang harus diprioritaskan. Perasaan takut pasti muncul, bagaimana kalau hal yang dieliminasi membawa impact yang besar di masa depan? Begitu juga jika ada tekanan dari orang lain, bagaimana menyikapinya? Sasa sendiri memegang prinsip, kita hanya bisa mengontrol apa yang bisa kita kontrol. Artinya, akan selalu ada hal yang di luar kontrol kita, dan kita hanya akan bisa menerimanya.
Begitu juga dengan Vio, yang merasa bahwa hubungan yang kita punya memang sebaiknya yang membantu kita untuk selalu menjadi lebih baik. Selain itu, Sasa merasa memerlukan waktu yang lama untuk menerapkan prinsip 80/20. Hal ini dikarenakan Sasa memiliki kesulitan untuk menetapkan hal-hal penting dan hal-hal yang memiliki dampak besar. Begitupun dengan Vio yang takut jika aktivitas-aktivitas yang sudah dilakukannya selama ini akan terbengkalai karena fokus untuk menjadi bookstagram.
Vio sempat mengutip tulisan Koch yang cukup merangkum diskusi tersebut, “everyone can achieve something significant. The key is not effort, but finding the right thing to achieve. Seperti yang Sasa terapkan dalam hidupnya, membuat skala prioritas dan menyortir komentar yang ia terima membantunya untuk lebih fokus pada hal-hal yang membawa pengaruh baik untuk dirinya sendiri dan orang lain, terutama sebagai Gen Z yang sedang mengejar berbagai mimpinya. Begitu juga dengan Vio yang selalu penuh pertimbangan dalam memilih kebahagiaan-kebahagiaan yang ingin ia capai dalam hidupnya.